Pages

 

Senin, 17 Desember 2012

Rahasia Kematian

0 komentar

Dalam setiap hari selalu ada orang yang meninggal dunia. Tetapi, berapa jumlah orang yang meninggal setiap harinya jelas tidak bisa dipastikan. Sebab, tidak seperti tingkat kelahiran (kehidupan) yang dapat diukur dan diprediksi, maka kematian sungguh tidak dapat dipastikan kehadirannya. Inilah bukti nyata bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa memilih usia, waktu dan tempat. Kematian sampai kapan pun tetap menjadi sebuah misteri sangat sulit untuk dipahami apalagi dihindari. Mungkin saja dalam setiap menit ada orang yang meninggal dunia, seperti halnya ada anak manusia yang lahir ke dunia ini.
Semua orang meyakini bahwa kematian itu pasti. Perbedaannya hanya soal waktu. Jika hari ini kita menyaksikan orang lain menghembuskan nafas terakhir, maka suatu saat nanti (cepat atau lambat) kita pun akan mengalami hal yang sama. Umur yang setiap hari kita hitung semakin bertambah nyatanya palsu. Karena ibarat bom waktu, detik demi detik yang kita jalani ternyata semakin mendekatkan kita pada liang kubur. Maka, ulang tahun yang selalu dirayakan dengan kegembiraan harusnya diperingati dengan kesedihan dan instropeksi diri (tazkirah) karena semakin berkurangnya jatah hidup di dunia ini.

Hakikat hidup manusia pada dasarnya selalu berproses dalam lingkar "Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un" (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali). Inilah prinsip utama kehidupan yang oleh kebudayaan manusia dialihkan menjadi tanda kematian. Emha Ainun Nadjib (2008) menyebutnya sebagai mudik kosmologis. Menurutnya, orang tidak bisa tidak mudik, karena hidup adalah pergi untuk kembali. Meskipun kesuksesan dan kemewahan dapat diraih. Jabatan, kekayaan clan harta benda dapat dimiliki, maka suatu saat nanti mereka akan meninggalkan kita atau sebaliknya, kita mendadak meninggalkan mereka. Tak ada jalan lain kecuali kembali pulang ke "kampung" yang sejati.

Kematian Tanpa Sebab

Banyak orang yang menyangka bahwa kematian itu terjadi karena sebab-sebab tertentu seperti sakit parah, kecelakaan, atau faktor usia yang sudah lanjut. Ternyata, tidak semua kematian yang menimpa seseorang ada sebabnya. Sering kematian datang di luar perkiraan manusia. Misalnya, saat malamnya ia tidur seperti biasa, keesokan harinya ia sudah tidak bernyawa. Allah SWT telah memberi gambaran akan munculnya kematian tanpa disangka-sangka. Dalam AI-Quran surat As-Saba’ ayat 14 dikisahkan bahwa kematian Nabi Sulaiman terjadi tanpa ada tanda-tanda kecuali anai-anai yang memakan tongkatnya yang ia bersandar kepadanya. Para Jin yang sedang mengerjakan bangunan atas perintahnya tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman telah wafat kecuali setelah mereka melihat Nabi Sulaiman tersungkur jatuh di atas lantai, akibat jatuhnya tongkat sandarannya yang dimakan oleh anai-anai.

Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman: "....Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" la menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang-belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Al-Baqarah: 259)

Pengungkapan Al-Qur’an dengan menggunakan kalimat: "Fa amaatahultah" yang artinya: "Maka Allah mematikan orang itu", menggambarkan kejadian maut yang tiba-tiba yang menyebabkan terhentinya kehidupan di bagian dalam sel-sel tubuh. Namun kematian sel-sel ini, tidak berarti hancurnya sel-sel tersebut, karena melalui proses pemeliharaan sel-sel ini, kehancurannya dapat dihindari. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh bagian ayat di atas: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari. Melalui ayat di atas kita mendapatkan petunjuk bahwa sel-sel tubuh meskipun telah mati, bisa tetap dijaga sesuai keadaannya semula, jika dihindarkan dari sebab-sebab yang bisa mengakibatkan kehancurannya (misalnya, dibalsem). Pada masa sekarang, proses ini bisa dilakukan oleh para ilmuwan dengan bantuan sains dan teknologi yang telah berkembang pesat.

Dengan demikian, sebab kematian hanya ada satu, yaitu sampainya ajal. Tidak ada sebab yang lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan kematian seperti sakit keras, kecelakaan, dan lain sebagainya bukanlah sebab tetapi hanya merupakan suatu kondisi yang menghantarkan kepada kematian, dan bukan sebab kematian itu sendiri. Memang banyak peristiwa yang dapat menghantarkan kepada kematian. Tetapi hubungan keduanya itu tidak bisa dijadikan sebagai postulat kausalitas atau hukum sebab akibat. Terkadang peristiwa berbahaya itu terjadi tetapi tidak mengakibatkan kematian. Dan sebaliknya, kematian bisa datang tanpa didahului oleh suatu peristiwa, tanpa sebab yang jelas, yang membawa kematian seseorang secara mendadak.

Tetapi begitu pun, tetap ada peluang dan usaha bagi manusia untuk memperpanjang umurnya selama hal itu sejalan dengan Sunnatullah. Rasulullah mengajarkan salah satu bentuk usaha tersebut melalui hadisnya: "Siapa yang berkeinginan diperpanjang usianya serta diperluas rezekinya, maka hendaklah ia menghubungkan silaturahmi." Begitu juga ketika diamati bahwa dalam Alqur’an tidak dijumpai satu kalimat pun yang dapat diterjemahkan dengan "Saya (Allah) memanjangkan usia," Redaksi yang digunakan AI-Qur’an adalah: Kami memanjangkan usia (Q.S. Fathir: 37, Q.S. Yasiin: 68). Bukankah redaksi-redaksi tersebut memberi kesan bahwa manusia memiliki keterlibatan dalam panjang atau pendek usianya? (M. Quraish Shihab, lentera AI-Qur’an, Bandung: Mizan, 2008, h. 93)

Penutup

Walaupun umumnya setiap arang tidak menyukai pembicaraan tentang kematian, tetapi dalam agama-agama samawi khususnya Islam, kematian mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir tentang kematian. Dapat dikatakan bahwa inti ajakan para Nabi dan Rasul setelah kewajiban percaya kepada Tuhan, adalah kewajiban percaya akan adanya hidup setelah kematian.

Allah merahasiakan saat kematian kita adalah untuk melihat sejauh mana kita melaksanakan amalan yang telah ditetapkan kepada kita dan sedalam mana pula kita meninggalkan larangannya. Manusia yang hatinya sentiasa ingatkan mati, akan melaksanakan tugas yang telah diamanahkan kepadanya dengan lebih jujur, bersungguh sungguh dan ikhlas untuk mendapat keridhaan Allah. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Rasulullah Saw., bersabda, "Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian)." Oleh sebab itu, mari gunakan sisa hidup ini dengan beramal-ibadah karena kematian bisa datang kapan dan di mana saja. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar